Sabtu, 07 November 2015

Mekanisme Antibodi Monoklonal dalam Melawan Sel Kanker


(Kanker kolon, kanker pancreas, beberapa jenis kanker paru, kanker mammae dan lambung) 
            Penyebab kematian pada manusia disebabkan pertumbuhan mikroorganisme parasit, protein asing, hingga kelainan genetik baik bawaan parental maupun akibat mutasi dalam tubuh. Salah satu penyakit akibat mutasi genetik adalah kanker dan merupakan salah satu penyakit penyebab kematian terbesar di dunia. World Health Organisazion (WHO) menyatakan bahwa setiap tahun terjadi peningkatan penderita kanker di dunia sebesar 6,25 juta orang dan pada tahun 2011, setidaknya ada 9 juta orang meninggal akibat kanker. Di Indonesia, setiap tahunnya terdapat 100 penderita kanker baru dari setiap 100.000 penduduk. Penyakit kanker saat ini menduduki urutan ke-3 penyebab kematian sesudah penyakit jantung dan paru-paru. Berbagai macam pengobatan kanker telah dikembangkan untuk menekan pertumbuhan sel mematikan ini, seperti kemoterapi hingga pembedahan untuk mengangkat jaringan yang sel-selnya termutasi. Pengangkatan sel dengan metode pembedahan memiliki kemungkinan kecil bahkan tidak berhasil karena bisa jadi sel kanker ada yang tertinggal dan dapat menginduksi sel-sel lain di sekitarnya sehingga kanker kembali muncul. Kemoterapi masih menjadi pilihan walaupun efek samping dari pengobatan ini cenderung menyakitkan bagi tubuh penderita. Perkembangan ilmu pengetahuan akhirnya memunculkan suatu alternatif penyembuhan kanker yang lebih menjanjikan yaitu antibodi monoklonal.
Sistem pertahanan tubuh manusia telah dilindungi oleh sistem imunologi dimana antibodi bertugas mengidentifikasi, membunuh dan mengurangi sel atau zat asing yang masuk ke dalam tubuh. Pada tahun 1975, dua ahli Biologi yaitu Kohler dan Milstein menemukan bahwa salah antibodi yang dihasilkan limfosit dapat digabungkan dengan sel mieloma (malignan) yang merupakan sel kanker limfosit jenis B. Limfosit jenis B menghasilkan imunoglobulin abnormal bernama protein monoklonal. Sel tersebut dihasilkan di sumsum tulang belakang manusia dan hewan. Karakteristik khusus dari mieloma adalah kemampuannya untuk melakukan regenerasi sel secara cepat. Sedangkan limfosit memiliki kemampuan untuk menghasilkan antibodi yang spesifik, sehingga hanya menyerang antigen atau protein asing tertentu, sesuai dengan memori yang dimiliki oleh sel tersebut. Antigen memproses dan mengenali sel asing terjadi pada dua jalur utama yakni jalur MHC kelas I dan MHC kelas II. Antigen ditunjukkan oleh MHC kelas I yang mengaktifkan CD8+ sitotoxic T limfosit (CTLs) untuk membunuh sel yang terinfeksi, sedangkan MHC kelas II menyampaikan antigen untuk mengaktifkan CD4+ sebagai penunjang T limfosit untuk menjalankan fungsinya dalam mengkontrol produksi humoral, CTL sebagai perantara dan inflamasi respon dari sistem imun.
 Mekanisme kerja antibodi dalam tubuh dimulai dengan diikatnya epitope (bagian antigen) oleh antibodi. Ikatan ini akan membentuk kompleks antigen-antibodi yang berukuran besar dan akhirnya mengendap. Kompleks antigen-antibodi ini juga dapat dikenali oleh sel makrofag, yang akan mendegradasi kompleks ini. Selama ini antibodi yang sering digunakan dalam deteksi adalah poliklonal antibodi. Pada larutan antibodi ini terdapat bermacam-macam molekul antibodi. Satu molekul antibodi, biasanya mengenali satu macam epitope, sehingga larutan poliklonal antibodi mengenali lebih dari satu macam epitope (Hanly, et.al, 1995). Namun larutan poliklonal yang kurang spesifik tidak dapat digunakan sebagai alat deteksi. Ketidakspesifikan pada poliklonal antibodi dapat diatasi dengan menggunakan monoklonal antibodi, jenis antibodi perkembangan poliklonal antibodi. Larutan monoklonal antibodi, hanya mengandung satu macam molekul antibodi, sehingga larutan ini hanya mengenali satu macam antigen (Grimaldi dan French, 1995).
                Pembuatan antibodi monoklonal  merupakan  tahapan  penelitian  yang terpanjang.  Tahapan  diawali  dengan imunisasi  pada  mencit  dengan  antigen spesifik  antigen onkofetal,  yaitu  Carcinoembryonic Antigen (CEA). CEA dapat ditemukan dalam darah penderita non-neoplastik seperti emfisema, colitis ulseratif, pankreatitis, peminum alkohol dan perokok. Antigen onkofetal lainnya yaitu AFP yang ditemukan dalam kadar tinggi dalam serum fetus normal, eritroblastoma testis dan hepatoma.  Standarisasi kualitas Protein  harus  bebas  dari  kotaminasi sehingga harus dilakukan pemeriksaan kontaminasi dengan  menggunakan darah dan apabila suspensi protein  yang  telah terkontaminasi, maka protein tersebut tidak dapat dipergunakan sebagai antibodi monoklonal. Setelah  didapatkan  periode  dengan respon  antibodi  yang  tertinggi,  dilakukan isolasi  limfosit  dari  limfa  mencit,  dihitung dengan  jumlah  108 sel.  Sel  mieloma  dipilih dengan jumlah yang sama limfosit, dilakukan fusi  sehingga  didapatkan  sel  hibdridoma. Selanjutnya  dilakukan  seleksi  hibridoma untuk  memisahkan  hibridoma  dengan  sel mioloma  dan  limfosit  yang  tidak  berfusi. Prosedur ini dilakukan dengan media seleksi hipoxantin,  aminopterin  dan  timidin  (HAT), dalam hal ini sel hibridoma dan limfosit yang tidak  berfusi  akan  mati.  Selanjutnya ditambahkan  feeder  cells,  dalam  hal  ini makrofag  untuk  mamfagosit  sel-sel  yang mati. Dilakukan  prosedur  kloning  untuk mendapatkan  satu  klon  hibridoma  penghasil antibodi.  Prosedur  ini  dilakukan  dengan menempatkan  1  sel  hibridoma  dalam  tiap sumuran.  Identifikasi  hibridoma  penghasil antibodi  monoklonal  (producer)  dan  bukan penghasil, dilakukan analisis supernatan dari tiap  sumuran  dengan  menggunakan  ELISA, yaitu uji serologis yang umum digunakan di berbagai laboratorium imunologi (Zola, H., ELISA, 1988). Uji ini memiliki beberapa keunggulan seperti teknik pengerjaan yang relatif sederhana, ekonomis, dan memiliki sensitivitas yang cukup tinggi. ELISA diperkenalkan pada tahun 1971 oleh Peter Perlmann dan Eva Engvall untuk menganalisis adanya interaksi antigen dengan antibodi di dalam suatu sampel dengan menggunakan enzim sebagai pelapor Kelompok non produser selanjutnya dibuang. Sehingga pada akhirnya didapatkan sumuran dengan hibridoma produser. Tahapan  berikutnya  adalah  propagasi hibridoma produser yang dilakukan secara in vivo,  yaitu  dengan  menyuntikkan  klon hibridoma pada mencit secara intraperitoneal. Dalam  2  minggu,  mencit  akan  mengalami ascites  yang  mengandung  banyak  antibodi monoklonal. Antibodi  monoklonal  yang  dihasilkan dipresipitasi  dengan  amonium  sulfat  jenuh dan  dipurifikasi  dengan  teknik  affinitas kromatografi.  Pada  akhir  tahapan  ini didapatkan  suatu  antibodi  monoklonal  dan klon sel hibridoma produser (Jurnal “ PENGEMBANGAN ANTIBODI MONOKLONAL TERHADAP ANTIGEN SPESIFIK oleh Netti Suharti, Andani Eka Putra”, 2013)
    Antibodi alami dalam tubuh manusia tidak dapat menyerang sel kanker karena tidak dapat mengenali sel-sel tersebut sebagai protein asing (antigen). Sehingga, fungsi utama antibodi monoklonal adalah untuk mengenali molekul khas yang terdapat pada permukaan sel kanker. Setelah mengenali sel abnormal tersebut, antibodi monoklonal akan mengikat sel kanker. Untuk penjelasan lebih lanjut mengenai cara kerja antibodi monoklonal, berikut ini adalah beberapa cara yang dapat dilakukan antibodi monoklonal untuk mengatasi sel kanker.
  1. Antibody dependent cellular cytotoxicity (ADCC)
Antibody dependent cellular cytotoxicity (ADCC) adalah cara yang dilakukan antibodi monoklonal untuk membuat sel-sel kanker terlihat bagi sel fagosit, sebagai natural killer di tubuh manusia. Ikatan antibodi monoklonal dengan antigen permukaan sel tumor memicu penglepasan perforin dan granzymes yang dapat menghancurkan sel tumor. Sel - sel yang hancur ditangkap Antigen Presenting Cell (APC) lalu dipresentasikan pada sel B limfosit (sebagai penghasil antibodi alami di dalam tubuh) sehingga memicu pelepasan antibodi kemudian antibodi ini akan berikatan dengan target antigen. Pelepasan antibodi oleh sel B limfosit memicu sel T limfosit untuk mengenali dan membunuh sel target.
  1. Complement dependent cytotoxicity (CDC)
Pengikatan antibodi monoklonal dengan antigen memicu protein lain untuk mengawali pelepasan proteolitik dari sel efektor kemotaktik yang dapat menyebabkan terbentuknya lubang pada membran sel-sel kanker. Lubang ini membuat air dan ion natrium dapat keluar dan masuk sel kanker tanpa terkendali sehingga sel tersebut akan mengalami lisis atau pecah.
  1. Perubahan Transduksi Signal
Pada setiap sel tubuh, terdapat reseptor growth factor yang merupakan target sel tumor untuk menginduksi sel-sel sehat tersebut agar mengalami aktivitas metabolisme yang berlebihan dan terjadi pembelahan sel secara cepat sehingga timbul kanker. Transduksi sinyal dari sel kanker ini akan terus meluas sehingga pada suatu fase, jika tingkat keganasannya meningkat, pengobatan dengan kemoterapi tidak dapat mengendalikan atau menekan pertumbuhan sel ganas tersebut. Antibodi monoklonal sangat potensial untuk menormalkan laju perkembangan sel dan membuat sel sensitif terhadap zat sitotoksik (dari kemoterapi) dengan menghilangkan signal reseptor ini. Hasilnya, perkembangan sel kanker dapat terhenti dan obat yang diberikan melalui kemoterapi dapat menghancurkan sel-sel kanker tersebut.
  1. Antibodi Directed Enzyme Prodrug Therapy (ADEPT)
Antibodi Directed Enzyme Prodrug Therapy (ADEPT) adalah cara penggunaan antibodi monoklonal sebagai penghantar enzim dan obat-obatan untuk sampai ke sel kanker. Enzim yang dibawa oleh antibodi monoklonal akan mengaktifkan obat-obatan sehingga dapat meningkatkan kerja obat untuk membunuh sel-sel kanker. Selain obat-obatan, antibodi monoklonal juga dapat digabungkan dengan partikel radioaktif untuk dikirimkan langsung pada sel kanker.
   Sesuai dengan mekanisme kerjanya, terdapat dua jenis antibodi monoklonal yang dapat diberikan pada penderita kanker yaitu naked monoclonal antibodies atau antibodi monoklonal murni.  Penggunaan Antibodi dapat digunakan tanpa dikombinasikan dengan obat lain atau material radioaktif. Jenis yang kedua adalah conjugated monoclonal antibodies yaitu antibodi monoklonal yang dikombinasikan dengan berbagai jenis obat, toksin, dan materi-materi radioaktif. Antibodi monoklonal jenis ini ini hanya berperan sebagai pengangkut yang akan mengantarkan substansi-substansi obat, racun, dan materi radioaktif, menuju langsung ke sel-sel kanker.
     Pada masa kini, terapi kanker dengan antibodi monoklonal menjadi cara yang dinilai paling efektif dalam memusnahkan sel kanker secara tuntas dan tanpa efek samping. Keluhan dari pasien yang mendapatkan terapi ini umumnya muncul akibat faktor lain yang digabungkan dengan antibodi monoklonal seperti obat kimiawi atau partikel radioaktif. Sehingga angka kematian yang tumbuh akibat Kanker dapat terisolir dengan pengobatan antibodi monoklonal. (http://www.academia.edu/6774131/Penyembuhan_Kanker_dengan_Antibodi_Monoklonal.)

http://ario-wahyubudi-fst13.web.unair.ac.id/artikel_detail-107954-Tugas%20Akhir%20UAS-Mekanisme%20Antibodi%20Monoklonal%20dalam%20Melawan%20Sel%20Kanker%20%20%28Kanker%20kolon,%20kanker%20pancreas,%20beberapa%20jenis%20kanker%20paru,%20kanker%20mammae%20dan%20lambung%29.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar